-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Tag Terpopuler

Kisah Sahabat Nabi : Mughirah bin Syu'bah ra

Sabtu, 26 November 2022 | Sabtu, November 26, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2023-04-16T08:38:12Z

Mughirah bin Syu'bah merupakan salah satu sahabat yang berasal dari Bani Tsaqif di Thaif. Tetapi dia tidak seperti kebanyakan kaumnya yang dengan gencar memusuhi Rasulullah SAW dan Islam, bahkan ketika Makkah telah ditaklukkan, ia justru meninggalkan kota kelahirannya tersebut menuju Madinah untuk memeluk Agama Islam, tidak lama setelah terjadinya Perang Uhud. Walaupun selama masa jahiliahnya ia memiliki sikap dan prilaku yang kurang terpuji, tetapi semenjak bergaul dengan Nabi SAW dan para sahabat lainnya yang membentuk dirinya menjadi sosok berkepribadian baik dan sangat mencintai Nabi SAW. 


Mughirah merupakan salah satu yang ikut serta dalam rombongan umrah Nabi SAW yang gagal, yakni yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah. Pada saat itu utusan kaum kafir Quraisy, yakni Urwah bin Mas'ud ats Tsaqafi, sedang berbicara dengan Rasulullah SAW tentang maksud kunjungan rombongan beliau ke Makkah. Seperti kebiasaan orang orang Arab saat itu, sambil berbicara tersebut Urwah berusaha untuk memegang jenggot Rasulullah SAW. Tetapi saat itu Mughirah berdiri di dekat beliau, setiap kali Urwah berusaha mengulurkan tangannya untuk memegang janggut Nabi SAW, Mughirah segera memukulkan sarung pedangnya ke tangan Urwah sambil berkata, "Undurkan tanganmu dari jenggot Rasulullah SAW!"



"Siapakah orang ini?" Tanya Urwah.
Saat itu Mughirah memang mengenakan baju besinya sehingga yang tampak hanya kedua bola matanya saja. Ketika dijawab oleh sahabat yang lainnya bahwa orang itu adalah Mughirah bin Syu'bah, Urwah segera berkata kepadanya, "Hai pengkhianat, bukankah aku telah berusaha untuk membelamu atas pengkhianatanmu itu?"

Di masa jahiliahnya, Mughirah bin Syu'bah memang pernah dipercaya untuk mengawal suatu rombongan, tetapi ia malah membunuh mereka semua dan mengambil harta benda mereka. Dan pada saat itu Urwah bin Mas'ud memang berpihak pada Mughirah, dan membela sikapnya tersebut dengan berbagai macam alasan dan argumerntasi.

Nabi SAW kemudian bersabda, "Aku telah menerima untuk memeluk Islam. Sedangkan masalah urusan harta yang kamu bicarakan itu, aku tidak ikut campur tangan sedikitpun."

Urwah pun tidak bisa berkata apapun lagi dengan pembelaan Nabi SAW tersebut. Apalagi ia melihat dengan matanya sendiri, bagaimana kuatnya kecintaan para sahabat kepada Rasulullaah SAW dan kepada sesama muslim lainnya. Ketika RasulullahSAW meludah, para sahabat berebut untuk menadahinya dengan tangannya. Ketika beliau memerintahkan sesuatu, mereka pun berebut untuk melaksanakannya. Tidak ada seorang pun yang berani bersuara keras kepadanya, dan mereka juga berebut kucuran air bekas wudlu beliau. Dalam situasi kondisi yang seperti itu, sama saja ia bunuh diri kalau terus saja menghujat Mughirah atas perbuatan buruknya di masa lalu.

Baca Juga :

Mughirah bin Syu'bah juga dipercaya Nabi SAW untuk menulis setiap wahyu yang turun. Ia juga pernah diperintahkan oleh Nabi saw untuk menulis surat balasan yang dikirimkan beliau ke Uskup Najran, yang mengajaknya untuk memeluk Islam.

Beberapa bulan berlalu setelah terjadinya Perang Hunain dan perang Thaif, pada saat itu ia sedang menggembalakan unta tunggangan Nabi SAW dan para sahabat lainnya di luar Kota Madinah, tampak olehnya rombongan bani Tsaqif dari daerah Thaif, yang sebagian dari mereka merupakan sanak kerabatnya, sedang berjalan menuju kota Madinah. Mughirah bergegas menuju masjid menemui Nabi saw untuk memberitahukan akan kedatangan mereka, tetapi ia bertemu Abu Bakar, kemudian Abu Bakar memintanya untuk tidak mengatakan hal tersebut kepada Nabi SAW sebelum dirinya, dan ia pun menerima saran Abu Bakar tersebut.

Kedatangan mereka ini karena dibayang-bayangi rasa ketakutan akan diperangi oleh Nabi SAW setelah Urwah bin Mas’ud  yang merupakan tokoh mereka dibunuh oleh mereka sendiri karena memeluk Islam. Setelah diterima Nabi SAW, orang-orang bani Tsaqif yang dipimpin oleh Abd Yalil ini menyatakan bersedia untuk masuk Islam, tetapi mereka minta kepada beliau untuk diperbolehkan melakukan beberapa hal, seperti minum khamr, zina dan menarik/memakan riba, serta dibebaskan dari kewajiban shalat. Tentu saja semua permintaan mereka ditolak mentah-mentah oleh beliau.

Mereka juga meminta kepada Rasulullah saw untuk diijinkan tetap menyembah berhala dalam beberapa tahun, tetapi sekali Nabi SAW menolaknya. Begitu juga ketika mereka meminta hal tersebut hanya untuk beberapa bulan, minggu dan hari, permintaan mereka tetap di tolak oleh Nabi SAW. Pada akhirnya mereka meminta agar tidak disuruh menghancurkan berhala-berhala sembahan mereka dengan tangan mereka sendiri. Maka Nabi SAW menerima persyaratan ini, dan beliau mengirimkan Mughirah dan Abu Sufyan bin Harb (dalam riwayat lain, sekelompok sahabat yang dipimpin Khalid bin Walid, Mughirah salah satu di antaranya), untuk menghancurkan patung-patung sembahan bani Tsaqif di Thaif.

Mughirah yang memang “putra daerah” dari Bani Tsaqif di Thaif itu, yang paling gencar dan bersemangat menghancurkan berhala-berhala tersebut. Ia berkata kepada sahabat lainnya, “Demi Allah, aku benar-benar akan membuat kalian tertawa karena sikap orang-orang Tsaqif..!!”


Setelah itu ia mengambil dua cangkul dan mendatangi berhala Lata yang selama ini menjadi sesembahan utama Bani Tsaqif, sangat dihargai dan ditinggikan sekaligus ditakuti. Dengan dua cangkul tersebut, Mughirah kemudian merobohkan berhala Lata, dan tampak penduduk Thaif bergetar penuh ketakutan, seolah-olah dunia akan runtuh menimpa mereka. Bahkan ada yang berkata, “Semoga Allah mengutuk al Mughirah, dia tentu akan dicekik penjaga berhala…!!”

Mendengar perkataan tersebut, Mughirah melompat ke hadapan mereka dan berkata, “Semoga Allah memburukkan rupa-rupa kalian, berhala ini tidak lain hanyalah tumpukan batu dan lumpur yang hina…!!”

Kemudian Mughirah mengajak para sahabat lainnya untuk menghancurkan pintu penyimpanan barang dan merobohkan pagar-pagarnya. Tidak sekedar menghancurkan bangunan-bangunannya, bahkan ia menggali dan menghancurkan sampai ke pondasinya, dan mengeluarkan harta dan barang simpanan yang berada di dalamnya, untuk diserahkan kepada Nabi SAW di Madinah. Orang-orang Tsaqif hanya terdian dan terpaku tak percaya dengan apa yang dilihatnya tersebut. Dengan atribut dan “kebesaran” berhala Lata yang mereka sembah itulah selama ini mereka merasa bangga dan berkuasa. Begitu semua itu rata dengan tanah, seolah-olah segala kebesaran dan kebanggaannya selama ini musnah dan ikut tercerabut dari akar-akarnya.

Pada masa khalifah Umar bin Khaththab, tepatnya pada tahun 15 hijriah, pasukan muslim yang dipimpin Sa'ad bin Abi Waqqash menuju Qadisiah untuk memerangi pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustum. Umar juga mengirim pasukan tambahan dari Madinah yang dipimpin oleh Mughirah bin Syu'bah untuk mendukung pasukan yang dipimpin Sa'ad. Pasukan Abu Ubaidah yang berjumlah seribu orang yang berada di daerah Syam, juga diminta oleh Umar untuk bergabung dengan Sa'ad.

Ketika kedua pasukan, Muslimin dan Persia telah saling berhadapan, Rustum mengirim utusan untuk menemui Sa'ad agar ia mengirim seseorang yang bijaksana dan alim kepadanya untuk melakukan pembicaraan. Kemudian Sa'ad pun mengirim Rib'i bin Amir. Pada hari berikutnya Rustum meminta kembali dikirim lagi orang lainnya, kemudian Sa'ad mengirim Huzaifah bin Mihsan. Ketika pada hari berikutnya lagi Rustum masih meminta lagi orang lainnya, kemudian Sa'ad mengirim Mughirah bin Syu'bah.

Mughirah segera memacu dengan kencang tunggangannya dan membelah kumpulan pasukan Persia tanpa sedikitpun rasa takut dan gentar. Ketika dia memasuki ruang pertemuan yang telah dipersiapkan, Rustum telah menyediakan tempat duduk yang beralaskan kain sutera, tetapi Mughirah tidak mau duduk di situ. Ia meminta seseorang di sebelah Rustum untuk melemparkan perisainya padanya, kemudian ia menduduki perisai tersebut.

Pada mulanya pembicaraan berlangsung tenang, dan dalam beberapa hal Rustum mengakui kebenaran yang disampaikan oleh Mughirah. Tetapi pada akhirnya, kemudian Rustum menawarkan makanan, uang dan harta lainnya yang sangat banyak, dengan syarat semua pasukan muslim ditarik dari Qadisiah. Atas penawaran ini, tegas sekali Mughirah berkata kepadanya, "Akankah itu terjadi jika kerajaanmu kami musnahkan dan melemahkan kekuatanmu? Kami tidak mempunyai waktu yang banyak, kami hanya akan mengambil jizyah darimu dan kerajaan kamu akan berada di bawah taklukan Madinah dan menjadi hamba kami, akibat dari kekerasan hatimu…"

Pembicaraan menjadi semakin memanas, terjadi saling mengancam dan perang mental. Rustum mengancam akan membantai habis pasukan muslim yang hanya sekitar 30.000 orang, dengan 120.000 tentaranya yang dimilikinya. Mendengar ancaman ini, dengan tegar Mughirah berkata pada Rustum, "Jika kalian membunuh kami, maka kami akan memasuki jannah, tetapi jika kami membunuh kalian, tempat kalian adalah neraka yang menyala-nyala…."

Inilah yang terjadi sebelum terjadinya perang Qadisiah, dan dalam peperangan itu tentara Persia yang berjumlah 120.000 orang yang dipimpin Rustum, berhasil di cerai beraikan oleh pasukan muslim yang berjumlah 30.000

×
Berita Terbaru Update